Isi Artikel Utama

Sri Muri dasa Wardhani

Page: 735-740

Abstrak

Prevalensi kecacingan di Indonesia masih tinggi antara 60% - 90% terutama di daerah pedesaan dan daerah kumuh menderita infeksi cacing perut tergantung pada lokasi dan sanitasi lingkungan. Cacing tambang merupakan cacing yang cukup berbahaya. Penyakit yang ditimbulkan oleh cacing tambang yaitu Ancylostomiasis, dapat menyebabkan anemia bagi penderita. Infeksi cacing terjadi pada orang yang sering tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) saat bekerja di tempat sampah dan di sertai dengan kebersihan pribadi yang tidak baik.


Penelitian ini bersifat eksperimen dengan melakukan uji Laboratorium terhadap feces para pekerja pengangkut sampah di Dinas Lingkungan Hidup Rantau Prapat Kabupaten Labuhan Batu yang dilaksanakan dari tanggal 22 November 2021 – 22 Desenber 2021 dengan sampel sebanyak 30 sampel. Hasil penelitian menunjukkan dari 30 orang yang diperiksa 17 orang (56,67%) terinfeksi telur cacing tambang dan 13 orang (43,33%) tidak terinfeksi telur cacing tambang. Berdasarkan latar belakang pendidikan para pekerja 3 orang berpendidikan SMA dan ketiganya negatif (0%), pendidikan SMP 15 orang yang diperiksa 8 orang (53.31%) positif terinfeksi dan 7 orang (46,69) tidak terinfeksi, pendidikan SD 8 orang yang diperiksa 6 orang (75%) positif terinfeksi dan 2 orang (25%) tidak terinfeksi, Tidak bersekolah 4 orang yang diperiksa 3 orang (75%) positif terinfeksi dan 1 orang (25%) tidak terinfeksi.

Unduhan

Data unduhan belum tersedia.

Rincian Artikel

Cara Mengutip
Wardhani, S. M. dasa. (2023). Identifikasi Telur Cacing Tambang Ancylostoma duodenale Terhadap Pekerja Pengangkut Sampah Di Dinas Lingkungan Hidup Rantau Prapat Kabupaten Labuhan Batu. Journal of Pharmaceutical and Sciences, 6(2), 735–740. https://doi.org/10.36490/journal-jps.com.v6i2.124
Bagian
Original Articles

Referensi

Belding. L, D, 1958. Basic Clinikal Parasitologi, New York: Apleton-Century Crofts, pp. 157-165

Brown, H. N. 1979. Dasar Parasitologi Klinik. Jakarta, PT. gramedia Jakarta. Hal. 189-202

Brown, M. W. 1982. Terjemahan Roekmono dkk, Dasar Parasitologi Klinis. PT. Gramedia Jakarta, hal. 189-203.

Chandler, C. A. 1985. Introduction to Parasitology, John Wiley & Sons, Inc, New York Chopman & Hill, Ltd, London, pp. 408-429.

Gandasoebrata, 1984. Penuntun Laboratorium Klinik. Penerbit Bagian Patologi Klinik fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, hal. 23-67.

Soedarto, 1990. Helmintologi Kedokteran. Surabaya. Penerbit Buku Kedokteran, FK. Universitas Airlangga, hal. 87-91.

Indan E, 1993. Ilmu Kesehatan Masyarakat. PT. Citra Aditya Bakti Bandung. Hal, 70-85.

Noerhayati, S. 1978. Beberapa Segi Infeksi Cacing Tambang di Yogyakarta (disertasi), hal. 8-12.

Sastrawijaya, 1991. Pencemaran Lingkungan. Jakarta. PT, Rineka Cipta, hal. 65-73.

Dep. Kes RI, 2006. Pedoman Pengendalian Cacingan. KepMenKes No. 424/ MENKES/ SK/ VI/2006.

CDC, 2013. Daur Hidup Cacing Tambang (Hookworm).Biology.

Jangkung S O, 2000. Parasitology Medik. 1. Helmintologi, EGC, Jakarta. Hal. 27-35

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Pedoman pengendalian Kecacingan. Jakarta, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Jusuf A, Ruslan, dan Selomo M. 2013. Gambaran parasit soil transmited helminth dan tingkat pengetahuan, sikap, serta tindakan petani sayur di desa Waiheru, Kecamatan Baguala kota Ambon.

Hadidjaja, Pinardi, dan Margono SS. 2013. Dasar Parasitologi Klinik edisi IV. Jakarta; Badan Penerbit FKUI.

CDC. 2013. CDC: Soil Transmited Helminth. [Online journal] [diakses pada 13 Oktober 2017). Terseia : //www.cdc.gov/parasites/sth/index.html.

Chadijah S, Sumolang PPF, dan Veridiana NN. 2014. Hubungan pengetahuan, perilaku, dan sanitasi lingkungan dengan angka kecacingan pada anak sekolah dasar di kota palu. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 24 (1); 50-56.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Pedoman pengendalian kecacingan. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Montresor A, Crompton DWT, Gyorkos TW, dan Savioli L. 2011. Helminth control in school-age children. Geneva: World Health Organization. 2(1): 1-8.